Breaking News
recent

Kopi Pipikoro; Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah

Kopi Pipikoro;
Jenis: Kopi Arabika

BACK HOME...

Kecamatan Pipikoro, terletak di wilayah selatan Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Sebagaimana dengan daerah-daerah lain di Indonesia, Kabupaten Sigi memiliki dua musim, yaitu musim panas dan musim hujan. Musim panas terjadi antara bulan April – September, sedangkan musim hujan terjadi pada bulan Oktober – bulan Maret. 
Hasil pencatatan suhu udara pada Stasiun Udara Mutiara Palu Tahun 2009 bahwa suhu udara rata rata tertinggi terjadi pada bulan September (28,8 °C) dan suhu udara terendah terjadi pada bulan Juli (26,7 °C). Sementara kelembaban udara yang dicatat pada stasiun yang sama berkisar antara 69 – 80 persen. Kelembaban udara rata-rata tertinggi terjadi pada bulan April yang mencapai 80 persen, sedangkan kelembaban udara rata-rata terendah terjadi pada bulan September yaitu 69 persen. 
Curah hujan tertinggi yang tercatat pada Stasiun Mutiara Palu Tahun 2009 terjadi pada bulan Agustus 199,00 mm2, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Februari yaitu 12,8 mm2. 
Sementara itu kecepatan angin rata-rata berkisar antara 2 – 4 knots. Sama dengan tahun sebelumnya, pada Tahun 2009 arah angin terbanyak datang dari arah Utara sepanjang tahun.
Indonesia adalah surganya kopi. Dari Aceh sampai Papua, wisatawan bisa menikmati aneka kopi. Nah, kalau di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, harus coba Kopi Pipikoro dari Desa Porolea.
Desa Porelea terletak di pegunungan bagian selatan Kabupaten Sigi. Suhu udara rata-rata tahunan 18-30 derajat Celsius. Iklimnya tropik basah. Bulan basah pada Oktober–Juni, sedangkan bulan kering Juli–September. Bulan Juni-Juli adalah musim panen kopi di sana.
Mayoritas penduduk desa Porelea adalah petani ladang. Di samping berladang, penduduk juga membudidayakan kopi dan kakao (cokelat). Dibandingkan desa lain di Pipikoro, Porelea memiliki lahan perkebunan kopi yang relatif luas, 250 hektare hingga tercatat sebagai salah satu lumbung kopi terbesar di Pipikoro, setelah desa Peana dan Pelempea.
Kopi merupakan tanaman komoditas kedua setelah kakao, tapi yang tertua. Masyarakat Porelea mulai mengenal tanaman komoditi atau tanaman perdagangan sejak 1927 dengan masuknya kopi di wilayah ini sekaligus mengenal perdagangan hasil hutan, seperti damar dan rotan.
Baru tahun 2012 desa ini punya industri penggilingan kopi bernama Industri Kecil Menengah Pengolahan Biji Kopi di Porelea (IKM Porelea) melalui program Peduli (PNPM Peduli) Kemitraan. Kopi hasil panen dapat diolah hingga tuntas di Porelea, dan dikonsumsi. Sebelumnya, warga menjual biji kopi ke Gimpu untuk kemudian membeli kopi bubuk kemasan produksi Palu.
Pemasaran kopi dari Porelea telah memenuhi kebutuhan warga Porelea, bahkan telah memasok kebutuhan kopi desa-desa tetangga di Pipikoro hingga ke Desa Gimpu di Kulawi Selatan. Sejak 2013, kopi dari Porelea dijual dengan merk Kopi Pipikoro seharga Rp 6 ribu per kemasan 100 gram.
Kemasannya masih sederhana dan masih perlu dikembangkan hingga mendapat kemasan serta logo yang pas. Kopi Pipikoro dijual dalam tiga varian, yakni kopi original, beraroma jahe, dan beraroma kayumanis. Dua aroma ini didapat dari jahe dan kayumanis yang ikut disangrai bersama kopi.
Kelebihan Kopi Pipikoro adalah kopi ini organik, ditanam tanpa pestisida dan tanpa pupuk kimia, bubuknya murni 100 persen kopi tanpa tambahan jagung atau beras sangrai. Kopi ini jenisnya robusta, relatif aman di lambung dan kopi ini diyakini sebagai obat sakit kepala.
Tak heran, orang yang biasanya alergi kopi, bisa minum kopi hasil bumi Porelea ini pagi, siang, sore, malam seperti penduduk Porelea pada umumnya. Usai minum kopi, tidak timbul keluhan pusing, kembung, atau diare.
Sumber:
www.sigikab.go.id
travel.detik.com
Bhre Polo

Bhre Polo

No comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.